-Thank You for Visiting-
Home » , » Penghasilan Pengemis

Penghasilan Pengemis

Written By Unknown on Saturday 15 March 2014 | 09:45

Penghasilanku vs Penghasilan Pengemis




Meneruskan kisah yang sudah biasa dibicarakan.
Tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Itu bukan kata-kata yang dikarang manusia biasa. Tersebutlah cerita dari mulut ke mulut tentang dua orang lelaki penumpang bus di Kota Jakarta (ini juga terjadi di hampir semua kota-kota besar lainnya). Perbedaan penampilan mereka terlihat sangat kontras. Salah satu mengenakan stelan khas kantoran non pemerintahan lengkap dengan tas berwarna hitam yang menempel di punggungnya. Sedangkan satunya lebih mirip pedagang kaki lima atau yang sering berkutat dengan dunia pasar tradisional atau terminal. Lengkap dengan tas sandang buruknya. Sekilas siapapun pasti yakin kalau kehidupan si lelaki rapi lebih baik dilihat dari sisi ekonomi. Namun, benarkah?

Terlibatlah keduanya dalam percakapan singkat yang dimulai si lelaki lusuh dengan menanyakan tentang pekerjaan si lelaki rapi. Singkatnya, si lelaki rapi itupun menjelaskan dengan cukup bangga bahwa dia bekerja pada salah satu perusahaan besar dengan posisi yang cukup tinggi dan penghasilan bulanan mencapai empat kali upah minimum kota. Belum termasuk beberapa jenis bonus yang diperoleh setiap karyawan setiap bulan dan setiap tahun.

Jawaban yang cukup menyenangkan itu tidak membuat hati si lelaki lusuh terkesima. Dia berbisik dengan kalimat yang menusuk hati si lelaki rapi, "gajimu itu belum seberapa jika dibandingkan dengan yang kuperoleh setiap hari." Kaget menjadi satu perasaan yang muncul mendengar kata-kata seperti itu terucap dari seseorang yang tampak mustahil menghasilkan uang sebesar upah minimum sekalipun.

"Tahukah Bapak apa yang saya kerjakan sehingga mendapatkan uang yang sangat banyak? Anggaplah penghasilan Bapak sebesar 10 juta sebulan atau dalam setahun bisa mengumpulkan 200 juta dengan semua bonus yang Bapak sebutkan. Perjuangan untuk mendapatkan itu tentu tidak mudah dan dalam waktu singkat. Pekerjaan dengan gaji segitu juga bukan sejak awal karir Bapak. Mungkin pernah memperoleh sepersepuluh dari itu di masa-masa awal Bapak bekerja. Disamping itu, biaya-biaya masa sekolah, kuliah hingga sarjana tentu juga tidak sedikit. Saya pikir sejak awal masa pendidikan Bapak sudah menghabiskan ratusan juta rupiah juga. Dari sisi itu saja Bapak dengan saya sudah sangat berbeda jauh. "

"Lalu, pekerjaan Bapak apakah selalu mudah? Bapak tentu bekerja sangat disiplin, mengikuti aturan-aturan yang tidak jarang sangat mengikat, bekerja dengan orang-orang yang kadang baik kadang menyebalkan, dipimpin oleh orang yang melihatnya saja seperti ingin menelan bawahannya, belum lagi mendapatkan tekanan dari hampir semua sisi, dikejar target ini dan itu dari manajemen, jam kerja mutlak dari jam 8 hingga jam 5 sore, belum termasuk jam tambahan tidak jelas, kerja lembur, pulang larut serta berbagai hal yang membuat kebebasan Bapak terbatas. Untuk pulang kampung, berkumpul dengan keluarga juga terkekang. Semua serba harus sesuai aturan perusahaan. Saya yakin semua itu sangat akrab dengan kehidupan Bapak setiap hari."

"Bandingkan dengan diri saya? Apakah Bapak sedang berpikir bahwa saya tidak bisa masuk ke restoran mahal, hotel mewah, atau foodcourt nasional dan internasional serta tempat berlibur yang hanya bisa dikunjungi orang kaya? Hanya karena saya tampak lusuh dan setiap hari saya hanya berdiri diperempatan jalan utama?"

Apa yang dikatakan si lelaki lusuh sesuai dengan penampilannya. Apa yang tampak di bus hanya sementara. Begitu turun, segera kostum kebesaran dipakai. Tidak lain yaitu pakaian pengemis lalu beraksi di perempatan jalan setiap lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Tidak jarang pula dramatisasi diperlukan dengan berakting seperti orang cacat atau sakit parah.

Perkiraan perhitungan penghasilan dalam satu hari jika bekerja selama sepuluh jam seperti kebanyakan pekerja kantoran. Dalam satu jam lampu merah bisa sebanyak 12 kali. Kalau setiap lampu merah saja seorang pengemis mendapat dua ribu rupiah, 1 jam menjadi 24 ribu, 10 jam menjadi 240 ribu, kalau satu bulan bekerja 25 hari karena seorang pengemis juga menyisihkan waktu untuk shopping, tamasya, jalan-jalan, berlibur atau pulang kampung berarti pengemis memperoleh penghasilan 6 juta rupiah. Jika bekerja berdua saja dengan salah satu anggota keluarga, maka penghasilan keluarga pengemis 12 juta setiap bulannya.

Miris mengetahui ini bukanlah cerita isapan jempol belaka. Ini fakta yang memang terjadi di sekitar kita khususnya di kota-kota besar. Tentunya angka yang didapat bervariasi. Di Indonesia bahkan ada salah satu daerah yang dikenal dengan kampung pengemis. Mungkin masih banyak yang belum mengetahui. Di kampung pengemis jangan berpikir mereka orang-orang melarat yang sangat menderita. Disana mereka memiliki hampir segala yang dibutuhkan kalangan menengah ke atas bahkan rumah-rumah mewah dengan fasilitas elite. Semua itu dibangun dari pendapatan meminta-minta. Mereka sengaja datang ke kota-kota besar, menggencarkan aksinya. Berpura-pura menjadi orang teramat miskin. Bahkan pada periode tertentu seluruh anggota keluarga diboyong ke kota. Mereka sudah sangat tahu kapan momentum pendapatan bisa berlipat ganda. 

Bukan cuma di Indonesia saja yang begini. Bisa baca di media, ada seseorang di salah satu negara Timur Tengah sana bahkan memiliki hotel mewah dari penghasilan mengemis. Mungkin lebih dari satu.

Lalu, inginkah seperti mereka yang mencari nafkah dari meminta-minta? Menyesalkah telah menghabiskan banyak uang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan puluhan tahun? Irikah karena ternyata buah dari pendidikan dan sederet gelar hanya menghasilkan gaji jauh lebih kecil dari para pengemis? Berkeluh kesahkah karena kenyataan ini sangat menyakitkan untuk diketahui? Atau jangan-jangan telah merencanakan mengikuti jejak para pengemis?

Siapa sih yang tidak butuh uang. Siapa yang tidak ingin kaya, memiliki harta berlimpah, kemewahan tanpa batas. Ya, tanpa batas. Bicara soal materi memang tiada punya tepi. Diberi satu ingin dua, diberi dua ingin tiga. Begitu seterusnya sampai nyawa sudah ditarik sampai leher. Benar-benar tidak ada cukupnya kebutuhan manusia. Sebagian besar orang pasti mengimami prinsip tidak pernah cukup ini dan hanya sedikit saja dengan ikhlas bersyukur atas rezeki yang dimiliki meski sekedar cukup sesuai kebutuhan.

Manakah yang lebih baik? Mau banyak atau sedikit sebenarnya sama-sama baik asal dibarengi dengan rasa syukur. Karena kebahagiaan atas rezeki yang diperoleh hanya akan terasa kalau seseorang mensyukurinya. Sebaliknya, seberapa banyakpun yang dimiliki kalau tidak diiringi rasa syukur maka akan terasa hambar dan yang ada hanya kekurangan terus-menerus. Selain rasa syukur yang tidak kalah penting adalah bagaimana cara memperoleh. Seperti ungkapan-ungkapan, uang setan kembali ke setan, mudah diperoleh mudah pula habis, atau cepat dapat cepat pula lepas. Begitu halnya bagaimana mendapatkan sesuatu.

Poin terpenting sebenarnya atas apa yang dimiliki adalah keberkahan didalamnya. Siapapun pasti percaya bahwa tidak ada sesuatu terjadi tanpa ada penyebab. Berbicara tentang cara memperoleh uang, selalu ada akibat dikemudian hari. Bisa terhadap kesehatan sendiri, kebahagiaan dalam rumah tangga, perilaku dan prestasi anak, kenyamanan bekerja, bertetangga, atau bermasyarakat, dan yang paling utama adalah kehidupan jangka panjang nan abadi yakni di akhirat kelak.

Pada akhirnya, silahkan pikirkan matang-matang sekali lagi. Lalu tetapkan pilihan mau ikut jalan mana. Toh, siapa yang menanam dia yang menuai. Setiap orang akan bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya masing-masing.

Apakah para peminta-minta itu berada pada posisi yang selalu salah? Apakah mereka menginginkan menjadi peminta-minta? Apakah mereka punya pilihan lain? Dibicarakan pada topik lain saja untuk menjawabnya.(MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved