Setiap hari jika duduk di depan
televisi menonton acara berita hampir tidak pernah absen yang namanya
tayangan tentang aksi demonstrasi atau unjuk rasa. Kadang oleh
mahasiswa, pekerja atau buruh maupun masyarakat biasa. Aspirasi dan
tuntutannya bermacam-macam. Bermotif ekonomi, kemanusiaan, politik,
pendidikan, sosial, lingkungan hidup dan sebagainya. Dari semua
daftar aksi yang terjadi pemerintah menjadi pemimpin klasemen sebagai
sasaran tuntutan massa. Mengalahkan perusahaan, instansi akademis,
atau lembaga penegak hukum. Kemudian muncul pertanyaan, perlukah
melakukan aksi semacam itu?
Tidak jarang berbagai macam kalangan
masyarakat menanyakan tentang manfaat aksi demonstrasi. Baik itu
masyarakat awam, kalangan akademisi, pengusaha, ekonom dan
seterusnya. Sekilas yang tampak oleh mata seperti hanya sebentuk
kesia-siaan. Berpanas hujan, makan tidak makan, berlelah-lelahan,
menyakiti diri, membuang energi, membuang uang dan waktu atau
aktivitas lain yang seolah tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap
tuntutan mereka. Apa sih gunanya melakukan itu?
Layaknya mata pisau. Memiliki sisi
tajam dan tumpul. Kedua sisi ini memiliki tugas masing-masing yang
sulit dipisahkan. Anggaplah sisi tajam pisau sebagai aksi demontrasi
massa. Ia sebenarnya bisa memberi manfaat jika berada pada jalur yang
tepat dan baik. Namun juga bisa menjadi bumerang yang memberi kesan
buruk atau menyakiti semua pihak jika caranya salah.
Pertama kita tinjau dari sisi
positif dulu. Demonstrasi pada dasarnya dilakukan sebagai bentuk
pernyataan sikap atas sesuatu yang terjadi. Sebagai dukungan, maupun
ketidaksukaan dan protes. Misalnya, kenaikan BBM yang diikuti oleh
kenaikan harga, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kebijakan ini itu
oleh pemerintah atau perusahaan, ketidakpuasan atas kinerja,
kecurigaan atas penyelewengan, keprihatinan atas pelanggaran hak
asasi, peringatan atas hari besar tertentu, dan tidak terhitung
banyaknya alasan melakukan aksi massa ini. Tidak ada yang salah
dengan itu.
Aksi semacam ini justru mengingatkan
pihak lain tentang apa dampak dari perbuatannya. Apakah semua
berjalan baik sesuai dengan harapan diawal atau justru ada poin yang
terlewat sehingga perlu dikoreksi ulang. Tidak jarang juga sebenarnya
tuntutan massa ini yang benar-benar ideal untuk dilakukan.
Bisa dibayangkan apa jadinya jika
sama sekali tidak pernah terjadi aksi unjuk rasa. Apapun yang
terjadi, diterima. Kebijakan apapun oleh pemerintah tidak pernah
menjadi masalah. Ini naik itu mahal, diterima. Terjadi dugaan
pelanggaran, legowo saja. Bukankah kondisi semacam itu hanya akan
membuat pemegang kepentingan tidak pernah menyadari sesuatu yang lain
sebagai dampak buruk dari perbuatannya. Mereka hanya akan merasa
selalu benar dan tepat. Tidak ada koreksi, tidak ada yang
mengingatkan dan mengkritik. Ya, bisa jadi kalau memang semua sudah
sangat baik berjalan sebagaimana mestinya. Namun, untuk negeri
tercinta, kondisi semacam ini masih ibarat jauh panggang dari api.
Ketidakadaan aksi massa juga bisa
terjadi karena sistem pemerintahan yang sangat ketat. Sebut saja
pemerintah yang diktator dan mengedepankan basis militer. Beberapa
negara ada yang pernah dan masih menerapkan hal semacam ini. Ada baik
dan buruknya, namun sepertinya lebih banyak buruknya. Semoga tidak
terjadi lagi di negara ini.
Perlu diingat bahwa untuk melakukan
aksi yang melibatkan banyak orang dan berpotensi pula menyangkut
kepentingan orang banyak atau ketertiban umum karena dilakukan
ditengah-tengah fasilitas publik maka harus memberikan surat
pemberitahuan kepada aparat keamanan sekaligus mengantongi izin dari
pihak terkait.
Lalu, mari kita tinjau dari sisi
negatif. Aksi massa tanpa izin, aksi yang dibayar karena dibekingi
oknum dan kepentingan tertentu. Ketidaktahuan massa apa yang menjadi
tujuannya. Yang paling buruk ialah ketika aksi massa ini dilakukan
dengan anarkis. Kekerasan disana-sini, bakar-bakaran, hingga
hilangnya nyawa manusia. Ini dipastikan berdampak pada banyak hal
nantinya. Nama baik pengunjuk rasa, aparat keamanan, pemerintah,
bahkan hingga satu negara bisa tercoreng di mata dunia. Dampaknya pun
bisa berlanjut pada kelabilan ekonomi, kepercayaan publik dan
internasional memudar, ketentraman berkurang, hingga stabilitas
nasional terganggu.
Dilematis memang. Beberapa
mengatakan juga lebih baik meningkatkan prestasi daripada melakukan
demonstrasi. Penyaluran aspirasi tidak mesti lewat jalur demonstrasi.
Terserah kepada kita mau berada pada posisi mana, berpendapat apa,
memihak siapa. Satu yang pasti pisau dengan dua sisinya memiliki
variasi fungsi. Memihak padamu atau menjadi musuhmu.
Idealnya memang semua berjalan
mengalir bahagia seperti negeri peri nan indah, teratur, semua
sejahtera, senang sejahtera dan bisa tersenyum hampir setiap saat.
Sayangnya, beberapa (juta atau milyar) detik ke depan itu masih
sebatas fantasi anak kecil.(MS)
0 comments:
Post a Comment