-Thank You for Visiting-
Home » , » Matematika Usia Menikah

Matematika Usia Menikah

Written By Unknown on Thursday 8 May 2014 | 14:33

Menikah Dalam Hitungan Angka Usia



Beberapa orang menganggap menikah diusia 22 tahun bagi laki-laki adalah musibah. Namun sebagian yang lain indah.

Menikah memang bukan perkara sederhana. Namun orang hebat selalu mampu menyederhanakan perkara sulit. Eits, menyederhanakan jangan diartikan menganggap spele atau anggap remeh. Menikah tetaplah menikah, jangan dipersulit atau selalu memandang sisi sulitnya. Bukan pula berarti menjadikan pernikahan sebagai satu tayangan yang selalu menyuguhkan keindahan semata seperti tayangan film televisi, novel romantis, drama korea atau film india. Menikah adalah menikah. Selalu ada dimensi suka duka, sedih senang, tawa tangis, kesal rindu, marah merajuk, dan seterusnya. Anggap saja menikah itu perkara sulit yang mudah atau perkara mudah yang sulit. Ah, aku terlalu banyak bicara. Anak SD kok bahas soal anak kuliahan. Ngaca atuh.

Sebenarnya tidak ingin membicarakan pernikahan dalam skala yang lebih luas. Dipersempit saja ke dalam lingkaran menikah dalam hitungan matematika umur.

Teringat cerita ketika masih duduk di bangku perkuliahan, menjelang akhir lebih tepatnya, salah seorang teman dekat sejak Sekolah Menengah Pertama berbagi nasehat lewat panggilan telepon. Dia sudah menikah dan memiliki seorang anak yang terang saja sangat dicintainya. Bukan berarti pernikahannya selalu indah dan sempurna, namun kisahnya punya warna sendiri dan dialah yang menjalani. Dalam setiap pembicaraan idealnya ada ilmu yang didapatkan. Pesan baik yang menambah wawasan. Seperti kata ungkapan, ambillah suatu ilmu bukan berdasarkan siapa yang menyampaikan tapi apa yang disampaikan. Artinya jelas sekali. Kendati seorang anak kecil yang berbicara, andai yang disampaikannya benar maka itu adalah kebaikan. Bahkan jika seorang pencuri mengatakan dilarang mencuri, maka apa yang disampaikannya itu adalah kebenaran sekalipun dia tidak menjalankan.

Begitu juga dalam kisah singkatku. Apa yang disampaikan temanku sangat benar adanya sekalipun dia masih berada pada jenjang pemula dalam urusan menikah. Pernikahan berumur sekitar dua tahun memang belum bisa membuktikan apa-apa. Setidaknya dia bisa menyampaikan sesuatu yang bermanfaat.

Aku mendengarkan dengan seksama setiap kata-kata singkat padat. Matematika menikah. 

Kenapa menikah harus dilama-lamakan? Bicara soal siap, sepertinya hanya satu dari seribu yang menyatakan seratus persen siap pada awalnya. Itulah godaan. Hadapi saja, meski kesiapan belum sekeras baja. Asal tekad sudah bulat, maju jalan.

Pertimbangkan satu hal penting jika ingin berlama-lama menikah. Hitunglah umurmu setahap demi setahap ke depannya.

Sebaris nasehat penting temanku. Asumsinya semua berjalan secara wajar dengan matematika manusia sederhana. Jika kamu menikah diusia 25 tahun, maka pada umur 26 sudah memiliki anak pertama, umur 32 anak mulai sekolah SD, umur 38 anak masuk SMP, 41 mulai di SMA. Usia 44 masuk perguruan tinggi. Pada umur 48 tahun anakpun wisuda. Jika anak menikah pada usia yang sama dengan orang tua, maka saat orang tua berusia 53, anak menikah. Usia 54 cucu pertama lahir.

Begitulah perhitungan setiap jenjang kehidupan. Pertanyaanya, apakah cukup ideal dengan hubungan antara usia dengan yang dijalani. Untuk ukuran orang Indonesia dengan rata-rata usia 60-65 tahun, perbandingan itu tidak terlalu buruk. Orang tua masih tampak cukup muda saat anak menyelesaikan pendidikan SMA nya, masih cukup segar ketika anak wisuda. Masih tampak gagah setiap berjalan dengan anak dan menantu pada acara pernikahan. Masih tampak kuat ketika memiliki cucu pertama. Masih punya cukup banyak waktu menikmati hari tua atau masa pensiun bersama cucu tanpa dibebani lagi dengan biaya pendidikan anak khususnya.

Bagaimana dengan mereka yang menikah jauh lebih tua dari contoh di atas? Silahkan hitung sendiri, asumsikan sendiri dan bayangkan sendiri. Seperti apa saat anak baru duduk di bangku SMA, ketika anak wisuda, menikah atau masih sempatkah melihat kelahiran cucu.

Memang, seperti kata-kata diatas, semua ini hanya matematika manusia dan dengan kondisi normal. Kenyataannya bisa melenceng juga. Umur orang siapa yang tahu, rezeki orang siapa yang bisa mengukur. Hanya saja, patut dipertimbangkan nasehat baik agar menikah jangan ditunda-tunda. Apalagi ada beberapa orang yang dengan sengaja menikah saat usia kepala 3 atau 4. Bukan hanya pertimbangan seperti contoh, secara medispun ada perbedaan kualitas generasi manusia yang menikah diusia lebih tua terhadap anak yang dilahirkan.

Parahnya lagi, ada pendapat yang menyatakan jika seorang laki-laki belum menikah pada usia ideal atau sekitar 25-28 tahun maka tanpa disadari dia belum akan menikah sampai usia lanjut. Tiba-tiba dia mengetahui bahwa umurnya telah 32-35 tahun. Seperti ada satu fase dimana seorang laki-laki seakan-akan kehilangan keinginan untuk menikah setelah masa ideal terlewati. Bisa karena kekhawatiran, karena menikmati pekerjaan, karena keinginan menikah terhapus sementara dari syarafnya, bisa karena benar-benar menikmati masa sendiri, dan banyak lagi alasan sebab-musababnya. Itu benar-benar buruk menurutku.

Bagaimana dengan perhitungan bagi perempuan? Jika ikut negara idealnya umur 20 tahun, namun yuk kasi toleransi 22-25 tahun. Sedikit hal yang patut diperhatikan, umumnya perempuan relatif berumur lebih panjang daripada laki-laki namun awas...ingat juga perempuan lebih mudah terlihat tua daripada laki-laki. Setelah melahirkan anak pertama, seorang perempuan cenderung tampak berubah drastis. Meski tidak semua. Mau tidak mau perempuan harus tetap memberi perhatian khusus pada fisiknya. Minimal untuk diri sendiri juga.

Oya, harus digarisbawahi bahwa semua yang dibicarakan dikhususkan kepada kita yang ada di Indonesia dan dengan budaya timur yang kita fahami. Bisa dipastikan akan banyak pertentangan jika disamakan dengan budaya barat, misalnya. Disamping umur mereka yang rata-rata relatif lebih panjang juga cara berpikir mereka yang memiliki banyak perbedaan dengan kita. Sungguh sangat tidak bisa disamakan, kalau boleh berkata haram ditiru. Seperti tidak perlu menikah, kalau sekedar punya anak kandung ya silahkan tanpa perlu dalam ikatan suami istri. Musibah. Tetaplah pada budaya timur kita dan lebih penting ikuti seperti yang diajarkan agama.(MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved