-Thank You for Visiting-
Home » , , » Caleg, Pintu Utama Menjadi Anggota Dewan

Caleg, Pintu Utama Menjadi Anggota Dewan

Written By Unknown on Saturday 5 April 2014 | 10:32

Cara Menjadi Anggota Dewan



Kenapa menjadi anggota legislatif begitu didambakan banyak orang? Ada yang ingin bergabung dengan cara yang biasa-biasa saja, santai saja, minimalis saja, enjoy saja, usahanya juga sedang-sedang saja. Tapi sayang yang seperti itu sangat sedikit. Kebanyakan mereka yang ingin menjadi anggota legislatif atau ingin berkantor di dewan perwakilan rakyat pusat maupun daerah akan melakukan usaha yang banyak, berlebihan, dan beberapa cenderung gila-gilaan. Jika yang dilakukan adalah dengan cara menunjukkan kualitas pribadi yang mumpuni, matang dan hebat secara prestasi individu dibidang yang sejalan, tentu itu sungguh hebat. Namun sayang, yang begitu juga sedikit.

Kebanyakan cara yang dilakukan hanya sandiwara, memperbanyak topeng, merubah image sesaat, kepura-puraan karena ada maunya, dan sebagainya. Buruknya lagi, kekuatan uanglah yang banyak berperan. Maka, tidak salah kiranya jika banyak masyarakat awam berpikir, mereka yang mencalonkan diri hanya baik saat sesi memperkenalkan diri ke masyarakat atau kampanye. Setelah keinginannya tercapai, ya penyakitnya akan semakin kronis. Penyakit apa? lupa. Lupa pada kata-kata sendiri, lupa pada masyarakat, lupa akan janji manis, yang lebih buruk lupa diri, yang terburuk tentunya lupa pada tuhannya. Itu bohong? Nehi, itu fakta yang manis.

Buah dari cara-cara yang salah itu apa? Ending dari mereka yang mengandalkan uang dan minim kualitas diri itu bagaimana? Lihatlah sendiri di seluruh lini penjuru negeri. Silahkan cek satu persatu siapa saja yang akhirnya duduk di bangku legislatif. Monggo dipersentasikan berapa orang hebat kualitas pribadinya. Mangga diklasifikasikan sendiri siapa saja mereka. Mulailah dari kategori orang kaya, mantan pejabat, pengusaha, preman, bekas orang pasar, orang minim pendidikan akademis, artis dan selebritis, keturunan si A atau si B. Jangan lupa juga memasukkan orang-orang pintar, para pemikir, alim ulama, tokoh masyarakat, aktivitis sosial atau lingkungan, pemuka agama, dan sebagainya. Hasilnya bagaimana? Aku berpendapat bahwa jawaban tidak seperti yang diharapkanlah yang didapatkan.

Lalu, mengapa orang begitu demen ingin menjadi seorang anggota dewan yang terhormat? Hasrat manusia tidak pernah lepas dari 3ta yang sangat akrab di telinga. Harta, tahta dan wanita. Menjadi anggota dewan, ketiga item itu akan mendekat dari berbagai pintu. Andai yang bersangkutan benar-benar niat dan menginginkannya. Bagaimana caranya? Kita tidak akan membicarakan pada judul ini, kali ini. Sedikit gambaran bisa dibaca pada judul sebelah.

Nah, yuk kembali ke judul utama. Bagaimana sih caranya menjadi anggota dewan? Mari kita lihat sedikit prosesnya dari level awal. Tentunya akan bermuara hingga terpilih.

Di negeriku, tidak ada jalur menjadi anggota dewan lewat jalur independen. Harus melalui partai politik. Ingat, partai politikpun harus sudah terdaftar dan disahkan sebagai peserta pemilu. Bukan partai abal-abal yang lahir dan mati sesuka hati, seperti masak telor dadar tinggal ceplok jadi, makan habis. Lalu, apakah setelah menjadi anggota partai politik sudah berhak menjadi calon anggota dewan? Iya, sudah. Semudah itu? Tentu tidak. 

Menjadi anggota partai politik tertentu, jelas bukan perkara sulit. Akan tetapi, ingin jadi anggota yang bagaimana? Cukup sebagai tim hore atau tim penggembira, anggota yang biasa-biasa saja, anggota yang sadar diri, anggota yang hanya meramaikan atau yang luar biasa. Semua ada bagian masing-masing yang dipersilakan untuk memiliki ingin seperti apa. Tentu itu pun ada jenjang-jenjangnya. Awalnya boleh dan memang wajar sebagai anak bungsu dulu, jika memulai dari titik terendah. Meniti setingkat demi setingkat waktu demi waktu. Pada akhirnya kualitas diri akan mengantarkan ke tingkat terbaik.

Ada yang berkata kemudian, aku tidak ingin memulai dari bawah. Inginnya begitu masuk langsung berada pada zona hijau yang diperhitungkan. Bisakah? Yap, tentu bisa. Caranya bagaimana?

Pertama, seseorang dengan track record dibidang keorganisasian bagus dan cemerlang. Siapakah itu? Yaitu orang-orang sejak zaman sekolah dan kuliah sudah mengenyam banyak jabatan organisasi. Misalnya, ketika sekolah sangat aktif di OSIS, bahkan menduduki jabatan inti. Berlanjut ke zaman kuliah. Dengan aktivitas organisasi yang matang. Menduduki jabatan organisasi internal kampus seperti ketua BEM fakultas atau universitas. Ditambah organisasi eksternal besar lain. Intinya, semua orang mengenal kualitas dirinya dalam memimpin organisasi. Berjenjang dari yang kecil hingga besar. Banyak tokoh nasional Indonesia yang melalui tahapan seperti itu.

Menurutku ini paling ideal untuk berkarir dibidang politik. Karena memang benar-benar belajar dari dasar. Oya, kita garis bawahi bahwa kesimpulan ini berlaku bagi mahasiswa dengan aktivitas organisasi dan perkuliahan yang sehat. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak juga mahasiswa dalam berorganisasi penuh dengan kecacatan, perkuliahan berantakan, jejak rekam penuh lembaran hitam. Dengan kata lain mahasiswa dengan catatan buruk harus dieliminasi. Jika hanya kasus kecil, masih bisa ditoleransi. Asal tidak sampai pada pelanggaran hukum yang melibatkan aparat penegak hukum atau mendapat cap blacklist dari petinggi kampus.

Bukan hanya harus seseorang di kelembagaan mahasiswa yang berpeluang. Seseorang sebagai aktivis sosial, aktivis pendidikan, kesehatan, lingkungan dan sebagainya, dengan pengalaman segudang dan sangat konsisten dibidangnya juga potensial memperoleh jalur cepat dalam dunia politik.

Kedua, memiliki nama yang menjual dan terkenal. Diantaranya, artis atau selebritis. Peluang memperoleh fast track dalam partai politik akan sangat mudah. Begitu namanya disebut, separuh rakyat Indonesia sudah mengenal. Tentu tidak akan mengalami kesulitan untuk memperoleh dukungan dan posisi khusus di masyarakat. Posisi di partai politikpun mengikuti dengan mudah.

Ketiga, seorang tokoh nasional. Jika sudah menjadi tokoh nasional dengan prestasi bagus sepanjang karir, tidak perlu mencari partai partailah yang mencari. Disisi lain, tokoh nasional acapkali tidak ingin bergabung dengan partai tertentu, namun mendirikan partai sendiri. Wah, lebih dahsyat lagi si orang ini. Bukan hanya akan memiliki posisi penting di partai, bisa dikatakan dirinyalah owner partai tersebut.

Keempat, keturunan orang penting atau pejabat tinggi. Bisa pejabat tinggi negara apalagi pejabat tinggi partai. Tidak ada cerita meniti karir dari bawah. Ujug-ujug sudah menjadi ketua ini ketua itu, meskipun umur masih separuh umur jagung.  Mau melawan situasi? Tidak perlu.

Nah, poin kelima lah yang paling fenomenal. Yaitu faktor uang. Seperti apa aturan mainnya. Tidak lain adalah beli semua. Butuh dukungan, beli. Butuh suara, beli. Butuh posisi, beli. Urusan beli membeli kita akan bermain dengan harga. Jika harga pas, apa sih yang tidak bisa dibeli. Got it?

Mari kita bahas dengan memberikan contoh. Ketika memasuki suatu partai dan ingin memiliki posisi penting dengan bermodalkan poin kelima tanpa satupun menyentuh poin pertama sampai keempat, maka yang akan dilalui adalah persaingan. Jangan salah, di dalam internal partai pun ada persaingan. Bersaing dengan sesama orang baru dan yang lebih berat dengan orang lama. Jika dengan cara sehat ya bagus. Namun jika ada duri dalam daging, bisa usik-usikan hingga ke hati.

Kita abaikan persaingan seperti apa yang akan dilakukan. Kini, kita lihat bagaimana uang bekerja. Dalam aktivitas sehari-hari organisasi partai pastilah diselingi dengan kegiatan pribadi diluar jadwal partai. Pada moment seperti ini, seseorang yang akan mulai menarik simpati sesama anggota partai akan memainkan tuntunan skenario berlandaskan uang. Such as, secara pribadi sesekali mengajak teman se-partai jalan-jalan, memberikan hadiah ini itu, membantu urusan ini itu, dan seterusnya. Namanya juga mengambil hati. Secara tidak sadar, orang yang diajak akan termakan budi baik dan memberi penilaian positif kepada temannya. Satu dua tiga orang diperlakukan serupa secara halus. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu. Namanya juga strategi. Toh, tidak melanggar aturan. 

Sampai akhirnya tibalah pada masa perombakan partai alias pergantian masa jabatan. Diadakan semacam musyawarah besar untuk menentukan kepengurusan yang baru untuk periode seterusnya. Besar kemungkinan seseorang yang sejak dini beraksi sudah memiliki tempat baik di hati teman-temannya. Tentu menjadi mudah karena akan banyak yang merekomendasikan dirinya menduduki jabatan tertentu yang strategis. Kasus pertama untuk internal partai, selesai.

Selanjutnya, mulai membidik jenjang karir ke dunia legislatif sana. Bagaimana lagi caranya? Dari sekian banyak anggota suatu partai, tidak mungkin seluruhnya maju berperang. Memangnya negara ini milik satu partai. Aturanpun menegaskan ada jumlah kuota maksimal yang boleh menjadi peserta. Anggaplah salah satu partai maksimal diikuti sepuluh calon untuk pemilihan di legislatif daerah atau di pusat melalui daerah pemilihan tertentu. Poinnya, dari sekian banyak anggota partai siapa sajakah yang berhak maju? Siapa lagi kalau bukan top ten saja. Diurutkanlah berdasarkan tingkat jabatan, popularitas, kesenioran, pengaruh dan massa, pengalaman atau prestasi sampai nama besar di partai. Done. Anak-anak bawang, tidak usah berharap maju dah. Calon-calon ini memang tidak ditunjuk pakai jari semata, ada mekanisme internal partai dalam memilih dan menentukan. Namun, ya tidak akan jauh-jauh dari top ten itu.

Seterusnya, setelah resmi akan dicalonkan dari partai, sudah bisa tidur nyenyak dan duduk manis? Tentu belum atuh. Mulai lagi berkompetisi menentukan nomor urut pilihan dalam surat suara. Semua tahu, nomor urut tertinggi pasti menjadi prioritas utama. Lalu, apakah begitu saja mendapatkan nomor urut tertinggi? Tidak dong. Semua calon pasti kesemsem ingin menjadi kandidat primer. Sayang, mendapat posisi itu pasti orang-orang nomor wahid di partai. Entah itu di daerah atau di pusat. 

Lalu, nasib penghuni klasemen seterusnya akan diadu secara alami atau berdasarkan kapabilitas. Masing-masing calon akan berusaha memperoleh nomor kecil. Skill pun dimainkan. Lobi sana-sini. Deal ini deal itu kepada sesama calon. Uang kembali bermain. Jika aku di nomor urut sekian dan nanti terpilih, sekian persen akan mengalir kepadamu, posisi ini akan kuserahkan padamu. Ah, begitulah kira-kira. Sementara pihak yang adem ayem, sabar saja mendapat nomor urut bontot.

Apabila kandidat satu partai memang seluruhnya hebat sedangkan kuota terbatas maka akan dilakukan ekspor ke daerah pilihan sebelah atau sebelahnya lagi. Pada akhirnya, yang memiliki kemampuan, baik materi maupun kualitas diri akan tetap diutamakan. Bagi yang masih hijau dan pasrah-pasrah saja silahkan kembali masuk keranjang dan tunggu periode berikutnya.

Begitulah sekilas gambaran jika ingin berkantor di gedung dewan atau melenggang ke senayan dengan terlebih dahulu masuk partai. Banyak jalur menuju orang penting di partai. Mau pilih jalan mana, silahkan tentukan. Pintu pertama, bergabung terlebih dahulu ke partai politik yang sesuai dengan hati. Adakah partai yang sesuai dengan hati? Ingat, hati bukan nafsu. Temukan sendiri saja.

Sudah pastikah calon dengan nomor tertinggi diterima menjadi anggota legislatif terhormat? Hampir pasti iya. Bagaimanapun, partai akan mengkondisikan massa agar mengutamakan nomor tertinggi. Apalagi seseorang dengan posisi itu adalah sosok yang memiliki jaringan kuat, massa banyak serta pengaruh kuat atas partai. Pun begitu satu dari sejuta mungkin tetap ada yang gagal.

Sementara untuk nomor-nomor urut berikutnya akan banyak yang meleset dari perkiraan. Nomor urut bawah justru memperoleh suara lebih banyak dari nomor urut di atasnya. Si bungsu yang tenang terpilih menjadi anggota dewan, sementara seseorang yang berjuang setengah hidup justru gagal melangkah. Kenapa? Mungkin saja ada musuh dalam selimut, pengkhiatat pengingkar janji (deal). Seperti kebiasaan, massa akan diarahkan memilih nomor tertinggi dulu. Sehingga jika deal antar calon sudah ada, mestinya calon satu harus mengarahkan massanya memilih calon yang memberi kesepakatan padanya. Jika fakta berbeda berarti ada yang bermain api.

Apa kabar mereka yang gagal? Wah, bicara tentang ini seburuk-buruknya situasi ya si caleg gagal, menjadi gila. Boleh dicek di media atau googling seperti apa kisah-kisah orang yang gagal. Kadang membacanya tertawa lucu, sedih, miris, feel stupid, ah. Begitulah.

Pada dasarnya, nothing is free. Namun, harga yang harus dibayar terlalu mahal tanpa mempertimbangkan kualitas diri atau kemampuan negosiasi. Tanah dijual, rumah tergadai, harta benda berpindah tangan, harga diri terhempas, nama baik terkuras, keluarga diperas, tuntas. Banyak sekali korban. Setiap periode 5 tahunan, se-Indonesia bisa puluhan ribu yang mengisi daftar pasien rumah sakit jiwa karena gagal. Ah.. Gila.

Iya sih, mereka yang tetap santai banyak juga. Namun yang seperti itu hanya mereka yang berkorban cuma sepeser atau orang-orang yang hatinya hebat karena niat sejak awal sudah ditata sedemikian rupa. Tawakkal bahwa niat karena Allah, dan hasilnya pun karena Allah. So, just ikhlas.(MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved