-Thank You for Visiting-
Home » , » Menikah Dengan Niat Apa?

Menikah Dengan Niat Apa?

Written By Unknown on Saturday 12 April 2014 | 11:30

Perbedaan Alasan Menikah




Satu cerita yang sering tampil di sinetron-sinetron Indonesia tercinta kini hadir di kehidupan nyataku, tepatnya kehidupan temanku.

Ini tentang me-ni-kah (lagi). Tujuan menikah apa sebenarnya? Masing-masing orang punya jawaban sendiri. Bisa sama, bisa sangat persis, tidak jarang juga bertolak belakang sampai kita heran dengan alasan seseorang menikah. Bukan hanya karena tidak sesuai dengan pemikiran kita, okelah, itu hal yang wajar karena isi kepala semua orang berbeda. Akan tetapi, kalau tidak sesuai tuntunan agama, lha piye. Memang, sudah cukup banyak sih kejadian begitu dikonsumsi penghuni negeri ini lewat tayangan-tayangan sinetron yang notabene lebih banyak sampahnya daripada pelajarannya. Maaf ye.

So, apa yang terjadi pada si teman dan pernikahannya? Eits, masih belum menikah. Check this one out.

Kisah dimulai sekitar 2 tahun lalu, aku bertemu teman sekelas saat SMA pada satu kegiatan daerah. Ia kini sudah menjadi aparat pemerintah alias penes (Pegawai Negeri Sipil). Lama tak bersua kita duduk santai ngobrol ditemani minuman segar kelapa muda khas pantai. Oya, sebut saja namanya Ari. Tentu bukan nama sebenarnya.

Kita membicarakan cukup banyak hal diwaktu yang terbatas. Sampai tiba pada topik penting untuk kalangan makhluk hidup seumuran kita, ialah jodoh dan menikah. Singkatnya, terucap dari mulutnya bahwa ia sedang dekat dengan seseorang. Awalnya aku tidak tahu, sampai ia menyebutkan satu nama, sebut saja Melati. Aku sedikit kaget saat nama yang disebutkan tidak lain juga teman satu SMA dengan kami, bahkan pernah satu kelas denganku. Wah.. Mungkin bukan hal yang aneh jika banyak orang ternyata dekat dengan teman satu sekolahnya dulu. Tidak jarang berakhir di pelaminan. Ada yang memang telah dibangun sejak lama, tidak sedikit pula yang baru tumbuh meski saat sekolah dulu say hello pun tidak pernah. 

Secara umum tidak ada yang salah dengan Ari memilih Melati, tapi tidak dari sudut pandangku. Di mataku Ari seorang pribadi yang lebih dari cukup. Perilaku, keluarga, secara fisik, tingkat kemandirian, jaringan pertemanan, karir, nama besar dan sebagainya. Cukup membuat orang bangga bahkan iri. Memilih Melati, sepertinya bukan yang terbaik. Hui..memang saya siapa mengatur-atur pilihan orang. Setidaknya boleh tho berpendapat. Keputusan akhir memang kembali kepada yang bersangkutan.

Cinta memang lagi-lagi tidak mengenal ini itu. Jika kubandingkan antara Ari dan Melati, kurang serasi. Mau dilihat dari kacamata apa? Banyak. Sampai pada akhirnya ada satu jawaban Ari yang sangat menampar dadaku sampai membuat aku hampir kehabisan kata-kata, dan itulah jawaban dari keganjilan dalam hatiku. Ari berkata, setidaknya diesok hari kita sudah punya backing, meski sekarang kalau berpapasan dengan orang tua Melati aku tidak dipandang sedikitpun.

Harus kuakui, urusan materi dan nama besar keluarga Melati memang jauh diatas rata-rata. Selain dari keluarga yang kaya raya dengan banyak bisnis keluarga, keluarga Melati juga cukup di kenal karena menjadi pejabat di instansi, institusi dan organisasi partai. Begitulah. Mohon maaf, jika dibandingkan dengan Ari dan keluarganya dari sudut pandang materi akan terlihat ketimpangan yang jauh. Kalau ungkapan sinetron, mereka tidak selevel. Terlalu jauh. Bayangkan seorang pemilik rumah sebesar istana dengan beberapa vila mewah lalu bandingkan dengan seorang yang tinggal di komplek perumahan biasa dengan pekarangan tidak lebih dua meter.

Maka, mendengar jawaban Ari semua menjadi masuk akal. Tujuan dan motivasinya apa, kini jelas. Bicara soal backing, jika berjalan sesuai rencana tentu perjalanan karir Ari akan cukup mulus. Beberapa waktu lalu juga Ari telah mendapatkan peningkatan level jabatan. Sebut saja begitu istilahnya. Untuk orang seusia Ari, dengan masa jabatan seperti yang kutahu jabatan itu sangat luar biasa.

Salahkah apa yang Ari lakukan? Kupikir itu kembali kepada si pelaku yang kelak menjalani. Namun jika bertanya padaku, jelas itu melanggar prinsip dasar menikah dan sangat jauh dari cara berpikirku.

Waktu bergulir sejak dua tahun silam hingga hari ini. Tibalah masa melamar secara resmi, mungkin masing-masing daerah memiliki istilah bervariasi. Hari ini kedua keluarga besar bertemu dalam satu jenjang yang disebut hantaran. Apapun sebutannya. Hari ini pihak keluarga laki-laki mengantarkan mahar kepada pihak keluarga perempuan. Moment seperti ini selain dihadiri keluarga besar tentunya juga dihadiri kerabat, teman, sahabat, tetangga, pemuka agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, aparat desa serta yang lain. Tidak wajib sebenarnya selengkap itu. Hanya saja jika yang memiliki hajatan adalah orang besar tentulah semakin ramai dan lengkap. 

Pada jenjang ini bisa juga disebut sebagai pertunangan atau tahapan mengikat secara resmi. Bisa juga disebut pranikah. Tidak ada lagi istilah main-main jika sudah sampai pada tahap ini. Masing-masing akan terikat dalam sebuah perjanjian yang disepakati bersama dalam prosesi yang diikuti disini. Jika salah satu pihak melanggar secara sengaja akan ada sanksi yang diterima. Bisa sanksi sosial dan atau sanksi materi. Ingat, tahap ini disaksikan banyak elemen masyarakat yang langsung menjadi saksi. Contoh perjanjian yang sama-sama disepakati misalnya, pernikahan akan dilaksanakan pada tanggal sekian, yang perlu disiapkan ini itu. Tidak tinggal tentang mahar, maskawin atau apapun yang diserahterimakan, jika dilanggar maka pihak pelanggar akan mendapat sanksi begini dan begitu. Semua itu tidak menjadi masalah. Sebab sejak awal niatnya sudah baik. Jadi tidak perlu risau dengan sanksi-sanksi yang disebutkan. Toh, itu hampir pasti tidak akan terjadi. Kecuali ada saraf otak tiba-tiba error lalu berpikir aneh-aneh disaat-saat genting.

Apa kita akan membicarakan tentang prosesi hantaran yang mereka lakukan? Tentu tidak. Pada dasarnya semua berjalan hampir sama intinya satu sama lain. So what? 

Sampailah berita ke telingaku tentang sesuatu yang kupikir tidak baik. Informasi ini aku percaya kebenarannya. Bukan hanya isapan jempol. Hanya saja, kita berbicara tentang hari kemarin hingga hari ini. Kenapa? Hari esok adalah misteri. No one knows tomorrow. Jadi, apapun yang diasumsikan hari ini berdasarkan apa yang diamati belum tentu terjadi esok hari dan seterusnya. Kalau kata si informan, "Iya sih. Hanya Allah yang Maha Kuasa dan menentukan rezeki dan perjalanan hidup setiap orang."

So, what is the point? Pertama, bicara soal materi dulu. Siapapun tahu dan bisa memperkirakan berapa penghasilan Ari sebulan bahkan setahun. Nah, dihubungkan dengan keadaan Melati dan keluarganya; Satu, Melati setiap bulan masih mendapat subsidi dari orang tuanya. Adapun jumlah subsidinya hampir dua kali lipat penghasilan Ari. Dua, jumlah penghasilan bulanan Ari bukanlah uang bagi orang tua Melati. Artinya apa? Karena begitu banyaknya uang yang dimiliki dan bisa dihasilkan sehingga jumlah sekian atau sama dengan penghasilan ari sebulan bukanlah uang bagi orang tua Melati. What the? Perumpamaannya jika seseorang memiliki penghasilan 50 juta satu bulan apakah dia akan berpikir dua kali untuk membeli sepasang sepatu bola seharga satu juta? Jika seseorang bisa dengan mudah mendapatkan uang 100 juta apakah dia mempertimbangkan untuk makan di restoran mewah? Tentu tidak! Berbeda dengan mereka dengan penghasilan 2 juta sebulan. Terlalu bodoh jika memaksakan untuk makan di restoran dengan harga per porsi 300 ribu. Seperti itulah analogi orang tua Melati memandang uang sejuta dua juta. Itu bukan uang baginya.

Terkait keadaan itu, bagaimanakah nanti Ari akan menjalani sepanjang hidupnya dengan Melati? Ingat, kembali ke awal, kita memang tidak pernah tahu hari esok. Silahkan membuat penilaian sendiri.

Kedua, kabar ini tidak kalah mengenaskan menurutku. Kutegaskan, kabar ini datang dari mulut pemangku jabatan alias salah satu pemeran penting dalam cerita itu. Ternyata oh ternyata, nyawa teman sejati karir Ari sudah dikarungkan. What is that mean? Sebagai seorang Pegawai Negeri, SK PNS merupakan nyawa penting bagi si pegawai. Dalam kasus Ari, SK PNS nya telah digadaikan untuk dijadikan modal atau ditanamkan sebagai sebagai sebagian saham dalam salah satu perusahaan keluarga Melati. Mengetahui ini dilakukan sebelum pernikahan terjadi, salah seorang teman dekat keluarga bahkan sedikit keras berbicara pada si salah satu pemeran utama, "Kalian terlalu maju. Pernikahan belum terjadi namun kalian sudah melakukan itu. Okelah nanti memang tetap menikah. Namun untuk apa melakukan itu! Kenapa pernikahan dikait-kaitkan dengan materi dan bisnis. Sepasang anak menikah dengan niat baik sudah merupakan kebahagiaan. Lalu, apa gunanya mencampuradukkan dengan urusan uang." Kala itu si pemeran utama santai saja menanggapi keras dan tegas pendapat temannya.

Nah, kini bagaimana harus menanggapi kenyataan ini. Lagi-lagi harus diulangi, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok dan seterusnya. Mungkin logika dan asumsi bisa berkata aneh, namun fakta bisa berbeda. Kelak kita bisa menduga kehidupan mereka akan timpang karena diobok-obok oleh unsur materi. Siapa yang tahu. Atau justru sebaliknya, semua berjalan sesuai dengan apa yang diniatkan dan direncanakan Ari sejak awal. Bisa jadi dia sudah memikirkan jauh lebih matang daripada siapapun, mungkin saja dia sudah mengatur mentalnya sedemikian rupa untuk menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi kemudian. Pada akhirnya bisa saja Allah berkehendak sesuatu yang jauh lebih sempurna dari pandangan kebanyakan orang. Who knows. (MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved