Jogja oh Jogja

Waktu tak Pernah Cukup untuk Menikmati Jogja

Sebelum matahari terbit, beberapa langkah setelah keluar dari Stasiun Yogyakarta dan jreeng. Ah, ini yang namanya Malioboro. Nama yang paling akrab di telinga jika tersebut tentang Yogyakarta. Apalagi Malioboro kerap menjadi tempat syuting film televisi. Bagaimana tidak membuat penasaran untuk dikunjungi. Faktanya, tidak seperti bayangan alam sadarku selama ini. Ternyata Malioboro memang hanya nama jalan yang membentang lurus saja.

Meski hanya satu jalan namun aktivitas di sekitarnya benar-benar hidup dengan berbagai rutinitas. Malioboro sendiri tidak bisa lepas dari kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Serta keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo. Sehingga bisa dikatakan disinilah pusat aktivitas. Khususnya ekonomi dan perdagangan masyarakat Jogja sekaligus menjadi daya tarik bagi pengunjung dari luar Jogja sekalipun.

Ini dia si Tugu Yogyakarta. Tugu atau monumen yang sering dipakai sebagai simbol atau lambang dari kota Yogyakarta. Meski ukuran kecil namun memiliki daya pikat serta nilai magis sendiri.  

Bagian dalam Masjid UGM

Berbicara Yogyakarta dilihat dari kacamata akademis, sudah pasti Yogyakarta erat dengan penyebutan kota pendidikan. Pasti itu. Sejak zaman bocah putih-biru dulu, Yogyakarta identik pula dengan kampus besar dan terkenal bernama Universitas Gadjah Mada. Sebagai anak bangsa yang pernah memiliki jabatan mahasiswa dengan sekeping kecil pengalaman dan cerita, tidak sempurna jika tidak singgah pula di kampus dengan panggilan akrab UGM ini.

Sejenak melihat peninggalan sejarah kepahlawanan masa kolonial. Ada Benteng Vredeburg, sekaligus Museum Benteng Yogyakarta. Tidak berapa jauh, terdapat pula Monumen Serangan Umum Sebelas Maret.

Alun-alun Kidul (Selatan)

Tidak berkesempatan memasuki kawasan keraton, paling tidak sudah menatap dari luar. Itu jelas tidak cukup. Anyway, next time. Sebelah selatan keraton ada lapangan luas bernama Alun-alun Kidul (Selatan) dengan berbagai cerita uniknya. Yang paling terkenal tentu permainan Masangin, Masuk diantara Dua Beringin. Permainan sederhana yang mudah dimainkan. Singkatnya, cukup berjalan melintas diantara dua beringin sambil menutup mata. Jika berhasil, segala keingininan bisa terkabul. Hanya mitos.

Salah satu jalan dengan terowongan. Sebenarnya fungsi utamanya dahulu adalah pintu gerbang. Biasa nangkring juga di film terlevisi. Penasaran ingin tahu wujudnya ya disikat saja menyinggahinya. Benda satu ini disebut Plengkung. Hanya salah satu dari beberapa plengkung yang ada di berbagai sisi Jogja. Plengkung yang paling tenar adalah Plengkung Gading.

Prambanan Temple. It's Amazing. One of the best heritage in this country. Cukup. Selesai. Mungkin kata-kata itu sudah mewakili. Jika benar-benar ingin tahu, just visit.

Gambar atas, salah satu view Jogja. Sayang seribu sayang kabut tidak mengizinkan aku untuk menatap si Gunung Merapi. Ia tersembunyi nun di balik tirai putih.
Berhubung dekat dengan homebase aku sempat jalan-jalan sekitar daerah Gunung Kidul. Meski tidak bisa eksplorasi lebih dalam, namun cukuplah untuk sekedar mengagumi lewat mata betapa indah, tenang dan hijaunya daerah ini.

Dimulai disini, berakhir disini. Stasiun Yogyakarta. Ah, masih terlalu banyak yang belum kudatangi. Beberapa faktor diluar keinginan, tidak mengizinkan untuk lebih lama bermesraan dengan kota ini. Yogyakarta, menyajikan berbagai variasi cerita. Mulai dari wisata budaya, pendidikan, wisata sejarah berbagai era, belum lagi kuliner dan ini itu.

Mungkin benar kata mereka dan mereka, Yogyakarta adalah kota yang ngangenin. Tidak cukup sehari atau seminggu, tidak cukup pula sekali dua kali. Maka menjadi tambahan lagi dalam daftar kunjungan lain waktu.


#Yogyakarta#Jogjakarta, sama saja.