-Thank You for Visiting-
Home » , , » Menang Tender Proyek Pemerintah

Menang Tender Proyek Pemerintah

Written By Unknown on Friday 25 April 2014 | 15:35

Cara Hitam Memenangkan Tender




Satu cerita yang terjadi dimasa lalu. Apakah terjadi dimasa kini atau mungkin seterusnya? Semoga tidak lagi. Namun, biarlah kenyataan yang menjadi rahasia bagi orang-orang terkait.

Ini tentang, bagaimana memenangkan tender atau proyek yang ada di pemerintahan atau instansi tertentu. Prosesnya bisa dari banyak pintu. Mulai dari yang benar, pura-pura benar atau benar-benar salah. Tergantung jenis dan besar proyek juga.

Aku ingin menyebutkan salah satu kisah yang jika kusebutkan fakta aku tidak bisa membuktikan langsung. Jika kukatakan fiktif, aku mendapatkan cerita dari seseorang yang aku percaya. Biarlah, fakta atau fiktif penonton yang memutuskan. Toh, juga sudah cukup lama berlalu.

Sebelumnya, jujur aku sangat sakit hati mendengar cerita ini dahulu. Mungkin karena aku masih terlalu polos sehingga ketika mendengar satu kenyataan pahit aku merasa sedih sekali. Padahal cerita yang kudapat masih sebagian kecilcilcil dari kenyataan lain. Seharusnya aku tidak perlu tahu yang lainnya karena aku yakin hanya akan membuat tambahan porsi pilu akan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Sayangnya, lagi-lagi menu kepahitan lain masih terlalu banyak untuk diketahui.

Lets go lah. Kepanjangan introduction. Ah, tunggu dulu. Harus langsung ke intinya atau dari awal lebih bagus? Mix saja.

Berbicara soal APDN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) kita tidak hanya berbicara nominal uang dengan jumlah milyaran atau puluhan milyar. Namun ratusan milyar hingga ribuan triliun. Bisa menghitung berapa angka nolnya? 

Distribusi APDN dari pusat ke setiap provinsi memiliki jumlah yang tidak sama. Ada yang banyak ada yang sedikit. Faktor penentunya jika dilihat dari kacamata pusat sedikit berbeda jika dipandang dari kacamata daerah. Misalnya, kenapa provinsi dengan setoran ke pusat banyak justru menerima sedikit. Begitu pula sebaliknya, provinsi dengan setoran lebih sedikit justru menerima lebih banyak kucuran APDN.

Tentu alasan pusat tidak kalah pintar, salah satunya provinsi kaya tidak perlu menerima banyak karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup besar, dibandingkan provinsi lain yang PAD nya kecil lebih pantas mendapatkan APDN lebih banyak. Ya, barangkali itu masuk akal. Sayangnya tidak semua daerah bisa menerima itu. Apalagi perbandingan jumlah dirasa sedikit tidak berimbang. Apakah hanya berdasarkan PAD atau jumlah penduduk, kondisi Sumber Daya Alam (SDA), jumlah perusahaan yang ada, rencana pembangunan daerah, dan sebagainya. Ya, bagaimanapun itu begitulah gambaran sebagian kecilnya. Kita tidak perlu membahas terlalu dalam. 

Kisah berlanjut. Faktor X pun mengambil peran. Apa itu? Salah satu faktor kenapa suatu provinsi mampu memperoleh kucuran APDN besar adalah karena begitu hebatnya utusan-utusan daerah asal yang melobi orang pusat. Detailnya seperti apa?

Wah, kita mulai sedikit menerawang. Penentuan jumlah kucuran APBN ke setiap provinsi pasti dibahas oleh orang-orang DPR sana. Disanalah permainan dimulai. Hampir sama seperti cerita sebelah, para utusan akan mulai beraksi dengan cara-caranya agar jumlah APDN bisa cair lebih besar daripada yang sewajarnya. Lobi sana lobi sini, beri sana beri sini. Bagaimanapun semua akan memainkan peran asalkan ada keuntungan yang didapat. Singkat cerita rencana berjalan sesuai harapan. Pertanyaannya, utusan ini siapa sih? Dan siapa yang mengutusnya? Lalu apa untung yang diperolehnya? Jawaban menyusul. Lalu, apa kabar dengan daerah yang tidak melakukan peran seperti daerah lain? Jika memang ada provinsi yang seperti itu maka terimalah porsi sewajarnya tanpa ada tambahan plus-plus.

Fenomena serupa akan terjadi juga pada tingkat provinsi. APDN yang sudah diterima dari pusat selanjutnya akan didistribusikan ke seluruh kabupaten dan kotamadya. Jumlahnya berapa? Tidak sama. Tergantung ini dan itu juga, hampir sama dengan alasan di atas. Lalu, bagaimana? Apakah memang pembagiannya sudah adil? Pun sama seperti di atas. Akan ada daerah yang merasa mendapatkan tidak sesuai haknya atau heran kenapa daerah sebelah memperoleh jumlah yang tidak ideal. Bagaimana itu bisa terjadi? Juga sama seperti diatas. Seterusnya juga akan ada utusan-utusan daerah kabupaten dan kotamadya yang memainkan peran pada saat pembahasan APBD di tingkat provinsi. Prosesnya? Ya hampir sama juga.

Nah, kini kita kembali ke pertanyaan yang akan terkait dengan judul utama. Utusan ini siapa sih? Siapa yang mengutusnya? Lalu apa untung yang diperolehnya? Ini berlaku baik di kancah nasional atau tingkat provinsi.

Satu, siapakah utusan ini? Biasanya adalah pengusaha atau pemilik usaha. Bisa pengusaha dari luar jaringan para pejabat, namun lebih sering pengusaha ini bagian dari mereka yang memegang tampuk kekuasaan. Yang dimaksud pemegang kekuasaan bukan berarti harus kepala daerah, bisa jadi jajarannya.

Dua, siapa yang mengutus mereka? Umumnya si pemegang kekuasaan sendiri atau si pengusaha yang mengajukan diri. Tentu dengan kesepakatan sendiri. Kemungkinan besar, jika si pengusaha adalah bagian dari si pemegang kekuasaan maka semua akan berjalan secara otomatis.

Ketiga, yang paling penting. Apa untungnya sih? Nah, ini dia yang akan menghentak dada. Semua ujung-ujungnya akan kembali kepada tuhan dunia bernama uang, uang dan uang.

Keuntungan kepada si daerah sudah jelas, ada tambahan kucuran APBD dari jumlah semestinya. Sedangkan kepada si utusan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mengalir, juga kepada si pemberi utusan tentulah akhir kisah bertambahnya pundi-pundi.

Begini ceritanya berdasarkan cerita yang diceritakan. Kita sempitkan saja pada tingkat provinsi. Pada intinya hampir sama juga ditingkat nasional. Ketika akan mulai pembahasan APBN atau APBD, si pengusaha dengan cekatan akan menemui kepala daerah. Poin yang dibicarakan utamanya, si pengusaha akan mengupayakan agar APDN yang mengalir ke daerah A akan lebih banyak sekian persen dari sebelum-sebelumnya. Dealnya, si pengusaha tidak akan meminta sekian persen dari APBD. Jelas itu tidak mungkin. APBD punya peruntukan kemana arah dan tujuannya, misalnya pembangunan sekolah, gedung ini itu, jalan, jembatan, irigasi, bla-bla, dan banyak lagi sesuai dengan rencana pembangunan daerah terkait yang diusulkan atau direncanakan ke depannya. Sehingga peruntukannya itu sudah jelas dan akan dipertanggungjawabkan dengan lengkap. Akan tetapi, deal yang akan didapatkan oleh si pengusaha adalah ketika nanti APBD sudah disahkan maka proyek ini dan itu harus ditangani oleh si pengusaha. Clear. Kalau ini jelas bisa diatur oleh daerah bersangkutan. Deal or no deal?

Akan tetapi, bukankah sekarang yang namanya tender harus dilakukan secara online dan transparan? Ya, itu ada benarnya. Namun tidak semua tender harus dilakukan secara online dan transparan. Tergantung anggarannya juga. Lagipula, proses tender online juga baru berlaku beberapa tahun terakhir. Itupun belum diaplikasikan dengan sempurna.

Begitulah. Jika si pemegang kepentingan pembangunan sudah menyepakati, maka si pengusaha akan memulai aksinya. Mulai melangkah menuju dapur legislatif. Lobi dan bayar sana-sini, just like my other story.

Apakah cerita sudah berakhir? Belum. Si pengusaha sudah mengeluarkan sekian banyak modal untuk memuluskan rencana meningkatkan aliran APBD ke daerah dicapai. Bagaimanapun dia akan terus mengawal sampai akhirnya kesepakatan terjadi. Sebagai catatan, menjadi si utusan perlu modal yang tidak sedikit. Seperti apa kemudian?

Jika sukses pada akhirnya jumlah APBD yang didapat memang bertambah dari semestinya. Tibalah giliran pelaksanaan proyek yang telah direncanakan. Masih menurut cerita yang kudengarkan, menjelang pelelangan tender ke perusahaan-perusahaan terkait, si pengusaha akan mengkondisikan agar si pemegang kekuasaan memberikan tender kepada perusahaannya dengan cara yang seolah-olah sesuai aturan. Salah satu yang miris untuk diketahui misalnya si pengusaha akan mengadakan pertemuan dan "menculik" si pemegang kekuasaan untuk dilayani sebaik mungkin dengan fasilitas bintang 5 plus-plus. Seperti apa wujudnya? Mohon maaf, misalnya dihotelkan dengan semua kenikmatan yang ada. Si pengusaha tidak akan melepas "korban" nya sampai akhirnya tender telah benar-benar sah ditanganinya. Bagi si pemegang kekuasaan tentu bukan perkara sulit. Tinggal hubungi panitia lelang tender lalu ucapkan sebaris kata. Selesai. Panitia lelang tidak akan berkutik apalagi menolak. Selesai. Kesepakatan selesai dengan manis.

Cara seperti itu tidak akan terjadi jika si pengusaha merupakan bagian dari si pemegang kekuasaan. Misalnya perusahaannya adalah milik adik sendiri, kakak, sepupu, saudara ipar, atau seakan-akan milik orang lain padahal milik sendiri. Pada akhirnya fulus akan bolak-balik di kantong yang sama. Keluar sebentar, masuk lagi. Keluar dari kantong sebelah kanan, masuk ke kantong sebelah kiri.

Bagaimana? Miris bukan! Tapi tenang saja. Kisah ini sudah lama terjadi. Sekarang sepertinya sudah tidak lagi. Jika tidak berkenan, maka anggaplah kisah ini terjadi di republik mimpi. Bukan di negara tercinta ini.(MS)

Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved