-Thank You for Visiting-
Home » , » Dokter Hebat Pasti Hebat Hati

Dokter Hebat Pasti Hebat Hati

Written By Unknown on Tuesday 11 March 2014 | 18:30

Dokter antara Pidana dan Pengabdian



Sungguh miris mendengar ada dokter harus merasakan dinginnya penjara karena pasien yang ditanganinya meninggal dunia. Bagaimana sebenarnya harus bersikap atas kejadian ini.

Selama tahapan dan proses persidangan, banyak pro kontra atas peristiwa ini. Bukan hanya di kota-kota besar, namun menjalar hampir ke pedesaan. Khususnya bagi kalangan dokter yang berada di puskesmas terpencil sekalipun. Meski tidak banyak di pedesaan namun mereka tetap menunjukkan rasa simpati dan dukungan kepada rekan se profesi mereka yang menjalani masa pahit hidupnya.Banyak dokter harus mogok kerja sebagai satu bentuk pernyataan sikap. Wah...ini benar-benar menarik.

Lalu, bagaimana sesungguhnya bentuk keadilan itu? 

Faktanya, pro kontra itu adalah saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Bisa benar-benar identik, sehingga hampir tidak bisa dibedakan satu dan lainnya. Sama-sama kuat, sama-sama memberi pengaruh seimbang. Namun sering juga kembar yang tidak identik. Layaknya manusia kadang-kadang juga lahir sepasang. Sehingga bisa saja si pro yang jauh lebih dominan, pun sebaliknya.

Nah, berkaitan dengan fenomena dokter dipidanakan karena pasien meninggal, aku sedikit sulit menentukan kekuatan pro atau kontra yang lebih besar. 

Kalau bicara hati nurani, sebenarnya tidak semestinya itu terjadi. Dokter hanyalah manusia biasa yang berupaya membantu manusia dalam urusan medis. Merawat, mengobati, memberi solusi medis dan perkara sejenis sesuai dengan tujuan mereka mendapat gelar dokter setelah melalui proses belajar yang tidak sederhana dan mudah. Selalu ada sebab atas akibat dan akibat dari sebab. Jika sakit A akan diberi obat X, dan seterusnya. Keilmuan para dokter sudah memahami itu lebih dari cukup. Akan tetapi ketika seorang pasien meninggal dunia, apakah itu menjadi tanggung jawab seorang dokter? Apakah ada dokter yang dengan sengaja menginginkan pasiennya meninggal dunia? Kupikir itu terlalu mengada-ada. 

Setiap profesi pasti punya aturan sendiri dalam menjalankan tugas, terlebih profesi yang berhubungan dengan nyawa manusia. Lebih dari sekedar aturan yang mengikat mereka. Ada kode etik yang mutlak dipegang seumur hidup sepanjang hayat bertugas. Utuh menjadi pengingat dalam mengemban tanggung jawab setiap saat bertugas. Dipastikan tidak ada sehuruf pun dalam kode etik itu yang berbunyi, memperbolehkan apalagi menyuruh agar bermain-main dengan nyawa manusia. Jelas, itu mustahil.

Lalu, ketika benar-benar terjadi ada pasien yang meninggal dunia, bagaimana? 

Kalau berbicara dari lubuk hati, ketika seseorang meninggal dunia ya mau bilang apa lagi. Ketika jiwa sudah meninggalkan raga, mau menjual segenap bumi dan segala isi-isinya tidak akan pernah mampu mengembalikan jiwa yang sudah pergi. Maka, ikhlaskanlah. Karena kita makhluk beragama, tentu semua dikembalikan kepada Sang Pencipta Pemilik Segala-galanya.

Pun demikian, ada hal lain yang kita tidak bisa menutup mata atas itu. Tidak jarang seorang dokter lahir secara prematur. Ada pula dokter yang lahir dengan sedikit kecacatan dalam dirinya. Terus terang itu adalah kenyataan yang tidak menyenangkan. Mungkin pun itu ada disekitar kita. Sebagai contoh, secara kemampuan akademis atau secara kasat mata seseorang tampak jelas tidak layak menjadi seorang dokter, akan tetapi karena terobsesi dengan prestise seorang dokter dan didukung pula oleh kemampuan finansial yang lebih dari cukup, maka dipaksakanlah mencicipi dunia keilmuan seorang dokter hingga akhirnya dirinya benar-benar menyandang gelar itu.

Penilaian atas orang seperti ini tentu lebih mampu disimpulkan oleh orang atau teman yang sudah sangat mengenal dekat. Salahkah si dokter baru ini? Beberapa orang akan berkata, tentu tidak. Bukankah dia telah melalui jenjang pendidikan menjadi seorang dokter. Melewati tahapan demi tahapan pendidikan, tahun demi tahun sampai akhirnya berhasil menempel sepasang huruf "dr" sebelum namanya. Pada satu opsi, itu benar. Namun, jangan sampai dilupakan bahwa ditengah-tengah pendidikan kedokteran tetap ada perguruan tinggi yang tidak benar-benar ketat dalam menelurkan seorang dokter. Tidak perlu dibahas terlalu jauh tentang itu. 

Contoh lain yang paling akrab dengan masyarakat adalah adanya dokter yang benar-benar money oriented. Penilaian money oriented ini bisa bervariasi. Ketika seorang masyarakat kecil yang menganggap selembar uang seratus ribu sama dengan makan selama sepekan, maka ketika bertemu dokter yang menyebutkan nominal dulu sebelum melakukan tugasnya, itu sudah dianggap sebagai dokter mata duitan.

Bukan kisah mengada-ada tentang dokter mata duitan. Salah satu dua atau tiga, cukup satu saja. Adalah satu dokter yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah X, saat bersamaan dia juga bertugas di salah satu rumah sakit swasta di kota itu. Siapapun mungkin tahu jika penghasilan dari RSUD berbeda jauh dengan penghasilan di RS swasta. Satu ketika, datanglah seorang pasien dengan satu urusan medis tertentu, setelah pemeriksaan singkat si dokter segera merekomendasikan agar si pasien menjalani penanganan tertentu dan harus dilakukan di rumah sakit swasta. Si pasien ditemani keluarganya tanpa pikir panjang segera mengikuti petunjuk si dokter.
 
Betapa kaget si pasien dan keluarga ketika ternyata di rumah sakit yang dimaksud, dirinya juga ditangani oleh dokter yang sama. Singkat cerita, beberapa waktu kemudian si pasien bertemu dengan pasien lain dengan urusan medis serupa. Bedanya si pasien lain ini tidak mengikuti anjuran si dokter untuk ditangani di rumah sakit swasta. Terbongkarlah satu cerita yang berurusan tentang uang. Si pasien 1 harus mengeluarkan lebih banyak uang karena mengikuti saran si dokter. Jauh lebih banyak dibandingkan si pasien 2. Padahal mereka memiliki urusan medis yang persis sama.

Ada kemudian yang berpendapat bisa jadi fasilitas dan penanganan RS swasta lebih lengkap dan lebih baik dibandingkan RSUD. Untuk pendapat seperti ini memang ada benarnya. RSUD dan RS Swasta kadang memiliki perbedaan yang mencolok. Mulai dari pelayanan, fasilitas, maupun kualitas dokternya. Ingat, tidak selalu seperti itu. Terlepas dari keadaan itu, apa yang terjadi pada kasus si pasien tadi sebenarnya tidak berlaku. Urusan medis mereka bukanlah perkara sangat serius dan darurat. Hanya urusan biasa, yang bahkan bisa dilakukan di rumah sendiri. Berita pun sambung-menyambung dari satu pasien ke pasien lain, dari mulut ke mulut kalau si dokter itu memang sering melakukan hal serupa. Rela mengalihkan pasien yang ditanganinya di RSUD ke RS Swasta hanya karena ingin menambah pundi-pundi uang.

Kupikir, dokter semacam itu berwujud tidak sedikit. Ya, kita harus menerima kenyataan itu. Pada akhirnya, bagaimana mungkin keluarga seorang pasien yang meninggal dunia tinggal diam saja jika mendapati keluarganya meninggal di tangan seorang dokter. Tidak terima sehingga keinginan untuk melakukan penyelidikan mendalam pun dilakukan tanpa jeda. Satu sisi, mungkin si keluarga sedang bersedih dan gegabah. Di sisi lain bisa jadi akal sehat sedang berduet dengan emosinya untuk mengungkap sesuatu yang diyakininya benar. Bisa jadi memang benar, sehingga tidak perlu terjadi pada orang lain. Atau mungkin hanya sebatas memuaskan nafsu amarahnya saja.

Penyelidikan dengan melibatkan aparat penegak hukum dalam dunia medis semestinya tidak perlu terjadi andai memang setiap proses berjalan sesuai standard operating procedure yang ada. Sayangnya, indikasi menyalahi aturan kadang memang ditemukan. Misalnya pembiaran, penelantaran, kelalaian, menunda-nunda atau apapun bahasa hukumnya.

Pun begitu, aku masih sangat percaya banyak dokter berhati mulia. Hidupnya memang dituangkan untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan medis sekecil apapun asal masih dalam kemampuannya. Kemanusiaan numero uno, uang nomor sekian di belakang. Jika itu tetap menjadi prinsip aku angkat topi. Dan, dokter seperti itu ada, ada! Bahkan teramat sangat salut ketika pernah mendengar cerita ada dokter yang menggratiskan semua pasien yang berobat pada hari Jumat. Tentunya dilakukan di klinik pribadi karena hanya disitu wewenangnya. Akan tetapi, jika ada juga dokter yang melakukannya selevel rumah sakit atau bahkan aksi yang jauh lebih hebat, patut kutitipkan seribu jempol untuknya. 

Kembali ke nuraniku, aku tetap tidak seirama dengan tindakan mempidanakan seorang dokter. Alasan-alasannya? Halah... I trust in them. Aku percaya dokter yang mengutamakan kemanusiaan akan langgeng hidup dan kerjanya. Hatinya akan bahagia. Sebaliknya, dokter yang diluar itu, tidak akan merasakan nikmatnya menjadi seorang dokter. Hatinya hanya akan ditutupi angka-angka. Bukan senyuman, ucapan terima kasih atau tetesan air mata haru orang-orang yang dibantunya. Ku pikir itu tidak ternilai dengan nominal angka. Aku pun yakin jika seorang dokter memang mengutamakan kerja dengan hatinya, uang akan datang dengan sendirinya tanpa dia sadari dari arah yang tidak disangka-sangkanya.
 
Semua yang terjadi cukuplah menjadi pengingat kepada para dokter. Tetaplah bekerja sesuai kode etik dan aturan yang mengikat profesimu. Kalaupun tetap ada yang ngotot sekeras baja mencoba mempidanakanmu, jalani saja. Kupikir itu berat, namun jika sejak awal niat baiklah yang mengawali tindakanmu semoga Sang Maha Segala menunjukkan Kuasa-Nya. Kuyakin itu pasti. Eh ya, tidak perlulah pakai acara mogok kerja seperti kemarin-kemarin itu. Sangat tidak perlu. Nanti bisa ada yang berpendapat buruk atas itu. Niat menunjukkan solidaritas dan rasa simpati, malah dikira seperti aksi buruh atau massa dengan orientasi berbeda. Toh, bisa saja saat yang sama ada orang disana yang terlambat semenit saja bisa berakibat sangat fatal. Tapi, ya sudahlah. Sekali itu saja cukup. 

Overall, aku tetap tidak suka dokter dan rumah sakit. Loh! Hanya ungkapan pengganti bahwa aku tidak suka sakit. Meski jelas itu tidak mungkin. Pada masanya semua orang akan berurusan dengan dokter atau rumah sakit. Selagi masih manusia bernyawa. Sehat nomor satu. Tapi kalau tidak ada yang sakit, tidak ada pasien, tidak enak juga pada para dokter.(MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved