-Thank You for Visiting-
Home » , » Bertengkar Seharusnya Hanya Bumbu

Bertengkar Seharusnya Hanya Bumbu

Written By Unknown on Saturday 14 June 2014 | 11:13

Kalah Jadi Abu Menang Jadi Arang




Yuk, sedikit berbicara tentang kehidupan rumah tangga. Kendati belum menahkodai biduk rumah tangga tidak salah kiranya satu pengalaman dari lingkungan masyarakat dijadikan pelajaran dan berbagi ilmu kepada siapa saja yang berada pada jalur serupa.

Sore itu aku tengah mengganti satu bagian sepeda motor yang lecet karena terjatuh. Rutinitas yang tidak bisa lepas dari sepeda motor kadang-kadang mengharuskan si pengemudi merasakan bagaimana kecelakaan terjadi. Eits, bukan doa dan tidak harus kecelakaan berdarah. Jangan sampai, tidak usah, terima kasih, aamiin. Hanya sekedar terpeleset sedikit saja, itu sudah cukup.

Saat asyik bermain dengan kunci L bersama seorang teman yang datang dari desa sebelah tiba-tiba keributan terjadi dari tetangga sebelah. Kaget bukan kepalang. Seorang ayah beranak satu marah kepada seseorang yang jauh lebih tua. Seperti kesetanan. Mata menatap tajam seperti akan menerkam. Mereka kejar-kejaran dari dalam rumah sampai pekarangan sekitar. 

Tak ayal suara keras mereka menarik perhatian banyak tetangga. Tampak juga seorang ibu tua dan seorang lagi perempuan usia 20-an yang melerai namun juga menyulut kemarahan diantara dua laki-laki yang bertengkar.

Kami tidak tahu mau berbuat apa. Jantungku terus terang berdetak kencang juga melihat apa yang sedang terjadi. Apalagi ketika batu sebesar helm fullface hampir dilemparkan kepada si bapak yang lebih tua. Jelek buruk. Bagaimana endingnya? Tidak tahu. Terakhir mereka kejar-kejaran sampai nun kemana-kemana menghilang dibalik barisan rumah tetangga. Adakah yang melerai, sepertinya sudah ada diantara para orang tua dan tetangga yang ada di sekitar.

Usut punya usut tanpa bermaksud membicarakan aib orang lain, khususnya rumah tangga orang lain sampailah kabar berita ke telinga. Benar tidaknya hanya mereka yang lebih tahu serta Sang Maha Tahu tentunya. Bagaimanapun diambil pelajarannya saja atas apa yang terjadi.

Apa yang terlihat sore ini hanya bagian puncak gunung es. Ternyata selama ini mereka acapkali bermasalah satu sama lain. Siapakah mereka? Sebut saja Tono, seorang suami, dan Tini istrinya. Pasangan suami istri baru karena anak mereka baru satu dan berumur kurang dari 2 tahun.

Dalam rumah tangga memang tidak selalu indah. Bukan bermaksud menakut-nakuti orang untuk menikah, apalagi ketika umur 22-27 tahun masih dianggap menikah muda aku tidak sepakat seutuhnya. Bagaimanapun menyatukan dua orang berbeda tetap ada satu dua bagian yang tidak sama. Namanya juga manusia. Itu sangat wajar normal lumrah. Tidak perlu dibantah lagi. Semua juga menyadari dan menyepakati tidak ada rumah tangga yang tidak pernah berselisih faham kendati cuma masalah kecil. Sekali lagi itu merupakan keharusan.

So, ada yang bilang satu dua tahun pertama adalah masa paling indah. Orang lain ada juga yang berpendapat lebih, paling indah sekaligus paling berat. Keduanya masuk akal dan beralasan. Dikatakan indah karena, wah ketika dua pribadi yang saling mencinta kini terikat secara sah dan bla...bla... Semua orang tahu lah. Sementara dikatakan berat karena menyatukan dua pribadi tentu akan menemukan perbedaan ini dan itu. Ada kalanya perkara kecil bisa menjadi besar hanya karena perbedaan sudut pandang, begitu juga dengan penyesuaian aktivitas serta tanggung jawab. Jika selama ini cenderung dilakukan sendiri dan sesuka hati, kini tidak mungkin lagi. Ada orang di sebelah yang ikut beriringan. Tidak semua kebiasaan saat sendiri bisa dipaksakan dilakukan setelah menikah. Perubahan-perubahan ini kadang menjadi berat dilakoni.

Kembali ke permasalahan Tono dan Tini. Di mata kami mereka sehari-sehari tampak bahagia, tidak ada tanda-tanda ada masalah serius sedang mendera. Namun ternyata mereka acapkali bertengkar. Bahkan sudah sejak lama. Lebih buruk lagi, pernah juga Tini meninggalkan suaminya dan kembali ke rumah orang tuanya. Kemudian, baikan lagi. Sempat beberapa kali itu terjadi. Baik atau buruk, menurutku itu bukan sesuatu yang baik. Siapa yang salah dalam pertengkaran mereka? Mereka yang lebih tahu.

Dari sekian banyak masalah mereka ada satu kesimpulan yang dapat dijadikan pelajaran berarti dan ini penting. Bukan cerita karangan. Apa itu? Terlalu banyak campur tangan orang tua dalam urusan rumah tangga mereka. 

Just like my parent said, bagaimanapun orang tua tidak berhak terlalu banyak mencampuri rumah tangga anak yang telah menikah. Baik dan buruknya biarlah mereka yang melalui, kecuali memang dimintai bantuan bersama. I mean, tentu saja orang tua kedua belah pihak tidak berlepas tangan atas suka duka anak-anaknya begitu saja. Akan tetapi, bukan berarti sedikit-sedikit dicampuri, dikomentari, dipengaruhi, diurusi. Begitu pula si anak. Jangan sedikit-sedikit bertanya, mengeluh dan melapor kepada orang tua. 

Semua perlu kematangan bersikap dan berpikir, baik dari pihak orang tua apalagi anak. Itu harus. Semua juga tahu itu. Sehingga ketika sesuatu terjadi anak harus berupaya menyelesaikan masalah dalam kamar mereka tanpa perlu melebar kemana-kemana. Kalau kata orang bijak, orang tua tidak harus tahu semua yang terjadi di dapur rumah tangga anak. Begitu pula orang tua, sekalipun begitu sayang dan peduli kepada anak-anaknya, berikan dulu waktu dan kebebasan agar anak dapat mengatasi semua yang terjadi dalam bahtera mereka. Kepedulian yang berlebihan kadang menembus batas kewenangan anak. Kapan mandirinya jika setiap detail keadaan diurusi. Bukankah tujuan anak menikah juga untuk mengurangi tanggung jawab orang tua atas anak.

Ini berlaku secara umum, meski memang kadang ada case by case yang harus diperlakukan berbeda. Seperti salah satu anak melakukan perbuatan yang lepas kontrol dalam keluarganya, sehingga tanpa diminta orang tua harus turun tangan. Namun ingat yang seperti itu relatif kondisional. Penekanan utama tetap keluarga anak biar mereka yang menyelesaikan terlebih dahulu tanpa ada campur tangan orang tua.

Pada banyak cerita, kira-kira siapa yang paling banyak menghubungi orang tua jika ada masalah dalam keluarga? Laki-laki kah? Perempuan kah? Hoo.. Bisa panjang urusan ini jika main gender. Kebesaran hati saja mengakui pihak mana yang lebih sering mengadu. 

Kembali pada Tono dan Tini. Pada salah satu ending cerita sore itu, namun bukan final ending, aku mendengar satu pesan baik dari ucapan si laki-laki. Itu terucap ketika orang tua si perempuan datang untuk "menjemput paksa" putrinya kembali ke rumahnya. Kata-kata Tono adalah, saya baik-baik datang ke rumah Bapak untuk menikahi putri Bapak dengan baik-baik dan beradat juga. Bagaimana mungkin bapak menjemput paksa dia, mengambilnya dariku sementara aku masih suaminya.

Sebenarnya siapa sih yang patut dipertanyakan loyalitasnya dalam kasus Tono-Tini ini? Here the short story. Beberapa hari terakhir Tono sering sakit, sehingga tidak bisa beraktivitas banyak. Hanya sakit biasa. Pada kondisi seperti itu mestinya Tini ada di sisinya untuk menemani dan merawat. Sayangnya itu tidak terjadi, Tini malah ke rumah orang tuanya bersama anak semata wayang mereka. Rumah tidak terurus, benar-benar berantakan dan suami tidak ditemani. Justru ibu Tono yang datang untuk merawatnya. Bagaimanapun itu tidak benar. Kemudian Tono mengajak Tini agar pulang namun ditolak. Satu dua kali Tono masih faham situasi tapi tidak untuk keterusan. Sampai disini siapapun bisa menilai. Akhirnya, bukan Tini yang datang ke rumah suaminya. Melainkan orang tua Tini dan salah seorang saudarinya yang datang untuk menjemput barang-barang Tini. What a shocking. Apa maksudnya seperti itu coba? Itulah kemudian yang terjadi. Anak bertengkar dengan mertuanya. Siapa yang salah? Durhakakah seorang menantu laki-laki yang melawan mertua karena berusaha menjaga rumah tangganya atas perlakuan tidak pantas?

Selentingan kabar kudengar beberapa hari kemudian, Tono benar-benar pasrah dengan perlakuan istrinya. Dia seperti  sudah kehabisan akal atas perbuatan Tini. Namun, satu hal yang amat sangat dia sedihkan dan itu benar-benar tampak pada wajahnya. Dia dilarang dan dihalang-halangi bertemu dengan putri mereka. Ayah mana yang tidak bersedih karena itu.(MS)
Share this article :

0 comments:

Watch Your Time

Check this All Label

Visitor

Flag Counter
 
Support : Proudly powered by Blogger
Copyright © 2014. LifeIsAStoryOfJourney - All Rights Reserved