Ikhwan dan Akhwat, Penilaian dalam Banyak Sudut Pandang
![]() |
Just Illustration |
Kalangan pelajar, mahasiswa, sampai
kalangan pemuda sangat akrab dengan beberapa istilah terkait gaya
berbusana seorang perempuan yang relatif jauh lebih tertutup daripada
kebanyakan. Secara umum mereka dikatakan jilbaber. Bukan bahasa baku.
Hanya istilah yang biasa diucapkan saja. Di daerah tertentu mungkin
memiliki istilah berbeda.
Selain itu, ada lagi penamaan Ikhwan
dan Akhwat. Basically, tujuan objeknya relatif bisa disamakan. Dari segi bahasa sebenarnya maknanya tidak lebih daripada
laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, di kalangan pelajar, mahasiswa
atau pemuda, istilah ikhwan dan akhwat ini diidentikkan dengan
laki-laki dan perempuan yang tampak lebih shaleh dan shalehah. Ikhwan
untuk laki-laki, akhwat untuk perempuan. Penetapan shaleh dan
shalehah ini tentunya menurut pandangan mata manusia pada umumnya.
Mungkin karena cara berpakaian, aktivitas sehari-hari, cara bergaul,
pemahaman agama, dan sebagainya. Ini relatif hanya pandangan manusia.
Waktu terus berputar dari masa lalu
ke masa sekarang hingga masa yang akan datang. Ada satu fenomena yang
tidak perlu terjadi seharusnya. Bentrokan antar pemikiran satu dengan
lainnya. Bukan antar agama tentu saja, hanya antara kalangan pelajar,
mahasiswa atau pemuda itu sendiri. Semoga ini tidak benar-benar
terjadi di banyak tempat.
Kita melihat dari salah satu sisi
dulu. Ketika seorang ikhwan dan akhwat dipandang jelek oleh beberapa
kalangan yang bukan ikhwan atau akhwat. Apa yang acapkali kudengar
bahkan sering berdiskusi juga dengan beberapa orang, penilaian atas
diri seorang ikhwan dan akhwat sering dianggap melakukan kesalahan,
khususnya dalam bergaul. Orang-orang menilai mereka kadang seperti
malaikat yang suci tanpa noda, sehingga ketika melakukan suatu
kesalahan maka itu sudah seperti kesalahan besar yang tidak ada
ampunan. Kadang, justru sebaliknya. Ikhwan dan akhwat sedang
melakukan sesuatu yang wajar maka dianggap sebuah kesalahan.
Ini beberapa contoh yang sering
dipermasalahkan. Ketika seorang ikhwan atau akhwat berbicara dengan
cukup akrab dengan lawan jenis di depan kelas atau di sela-sela jam
pelajaran, bisa dengan sesama ikhwan dan akhwat atau teman-teman
secara umum. Melihat keadaan seperti itu beberapa kalangan akan
mencibir mereka lalu berucap, coba lihat si x itu, katanya faham
agama tapi lihat kelakuannya, munafik. Bukan cuma sekali dua kali itu
terjadi. Barangkali menjadi wajar kalau yang dikomentari itu tampak
mesra, pegang sana-sini, tertawa terpingkal-pingkal atau mungkin
berdua-dua di tempat sepi di sudut kampus atau di ujung bumi sana.
Namun jika hanya berinteraksi secara wajar dan ditempat wajar maka
pantaskah divonis sedemikian buruk.
Contoh lain, anggaplah suatu ketika
seorang ikhwan atau ahkwat sedang berjalan di sepanjang teras kelas
atau lorong kampus yang biasa tempat teman-teman mahasiswa duduk,
santai, belajar atau sekedar ngobrol ringan sesama teman. Sambil
berlalu si ikhwan atau akhwat secara sengaja tidak menyapa
teman-teman lawan jenis. Dipastikan apa yang akan dihadapinya
kemudian adalah ucapan, betapa sombongnya si x ini, kita sebagai
temannya dicuekin tanpa sepatah katapun berlalu, katanya faham agama.
Lucunya, jika terjadi kebalikan dari
itu. Pada kondisi yang sama justru mereka menyapa secara wajar setiap
teman yang kebetulan ada di sepanjang jalan atau berpapasan
dengannya. Dengan senyum dan ramah menyapa. Apa lagi yang dihadapinya
kemudian? Itu-itu juga. Lihat itu si x, katanya faham agama tapi
semua orang disenyumin, di sapa. Seperti mau tebar pesona saja,
padahal dia tahu itu tidak boleh. Dan, salah lagi, salah lagi.
Kasus ini mungkin hampir mirip
dengan ketika orang-orang pada umumnya menilai bahwa seorang ikhwan
dan akhwat hanya mau berteman, bergaul dan menyapa kepada sesama
ikhwan dan akhwat. Orang-orang diluar itu dianggap buruk, bahkan
mungkin najis di mata mereka. Katanya tahu agama. Ini sederhana
sebenarnya. Mau saling menyalahkan dulu, maka jawabannya adalah coba
tanya diri sendiri bukannya kadang kita yang menganggap ikhwan dan
akhwat seperti itu, kita yang sengaja meninggikan mereka sekaligus
merendahkan diri kita, yang pada akhirnya kita yang merasa tidak
pantas berteman dengan mereka lalu buruknya kita memvonis mereka yang
tidak mau berteman dengan kita. Atau mungkin juga kenapa menyalahkan
mereka dulu, apakah kita berharap mereka menyapa dulu sementara kita
menunggu. Kenapa tidak memulai duluan. Kan mereka lebih tahu agama,
itulah kata-kata akhir sebagai alasan untuk melepas kesalahan.
Tidak ada ujungnya kalau terus
menyalahkan orang lain dalam perkara ini. Kita lihat lebih objektif
saja. Tempatkan sesuatu pada tempatnya. Jangan melihat dari satu
sudut pandang saja.
Ikhwan dan akhwat mutlak sama dengan
manusia secara umum. Bukan malaikat tanpa salah. Mereka tidak pernah
luput dari salah. Mungkin pun sangat akrab dengan salah. Masalah yang
timbul kemudian memang menjadi berlipat ganda kalau mereka berbuat
salah. Karena sejak awal kebanyakan orang menganggap mereka seperti
tidak akan melakukan salah sehingga ketika mereka secara tidak
sengaja atau khilaf berbuat salah itu sudah menjadi malapetaka.
Contoh sederhana mencontek ketika ujian, ini perkara umum yang
terjadi di kalangan pelajar. Malangnya kalau ikhwan dan akhwat yang
berbuat seperti itu, sudah bisa ditebak bagaimana orang-orang
membesar-besarkan masalah ini ke seantero kampus. Lucu sih memang.
Tapi inilah fenomena yang sering-rutin terjadi. Bagaimanapun di mata
kebanyakan orang, ikhwan dan akhwat itu tidak boleh berbuat salah.
Karena mereka lebih tahu agama. Bukankah ini buruk sekali.
Ikhwan dan akhwat sering melakukan
salah, itu pasti. Dalam berinteraksi dan bergaul dengan
teman-temannya pun mereka banyak salah. Bisa jadi mereka memang tidak
lebih baik daripada orang-orang kebanyakan. Akan tetapi, dari semua
yang terjadi aku berani mengatakan bahwa ikhwan dan akhwat merupakan
contoh orang-orang yang mau mengajar sambil belajar. Mau memperbaiki
diri meski selalu saja ada yang salah dalam perbuatan serta
kekurangan mereka seperti tidak ada habisnya. Lebih khusus lagi
mereka adalah orang-orang yang mau belajar mengkaji agama setitik
demi setitik. Menambah bekal ke akhirat sebaris demi sebaris. Itu
faktanya. Kalau harus jujur bukankah itu jauh lebih baik daripada
sebaliknya. Sudahlah akrab dengan salah, tidak memperbaiki diri,
tidak menambah ilmu bahkan mungkin tidak punya keinginan sedikitpun
memikirkan hari akhir. Lebih kasihannya lagi justru sangat berapi-api
menyalahkan orang lain. Kita perhatikan dengan segala kerendahan
hati, para ikhwan dan akhwatlah yang paling peduli atas berjalannnya
aktivitas keagamaan dan yang bernuansa islami di kalangan kampus.
Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri.
Meski begitu, salah-menyalahkan masih terjadi. Biarlah mulut berkata
tidak tapi hati siapa yang tahu. Biarlah perkataan membantah tapi
hati pasti angkat topi pada kebenaran.
*****
Sedikit berbicara tentang cara
berpakaian seseorang, sebut saja cadar sebagai contoh. Dalam
pandangan dan budaya Indonesia, mengenakan cadar memang tidaklah
biasa. Itu sedikit aneh dilihat mata. Meski begitu, bukanlah
bijaksana ketika secara sadar menjadikan itu sebagai pemandangan
penuh tanya. Era sudah banyak berubah sejak puluhan tahun silam.
Perkembangan zaman tidaklah selambat zaman orang-orang tua dulu.
Jaringan informasi, teknologi, komunikasi dan transportasi sudah
bergerak cepat. Adalah menjadi wajar kalau orang-orang tua masih
menganggap aneh pakaian cadar. Tidak semua pernah melihat sebelumnya.
Orang-orang tua masih begitu akrab dengan budaya masa lalu sehingga
terkadang ketika bertemu hal baru yang tidak lumrah terlihat terasa
aneh. Kalau budaya masa lalu itu bagus tidak mengapa. Namun tidak
mungkin zaman sekarang dipaksakan atau dipandang serupa seperti masa
mereka. Kebiasaan masa lalu tidak sepenuhnya sesuai dengan masa kini.
Pola pikirpun demikian. Sebagai generasi yang tidak sepenuhnya
terlahir dari pendidikan bercahayakan lampu teplok kita harus lebih
membuka cakrawala berpikir.
Terkait pakaian bercadar, kalau dulu
menganggap itu aneh, kini itu sudahlah menjadi wajar. Kenapa? Karena
memang sudah biasa terlihat di layar kaca, khususnya di negara Timur
Tengah. Ada jutaan orang mengenakan pakaian yang sejenis. Jadi, tidak
ada yang aneh dengan itu.
Sayangnya, masih banyak yang tidak
sefaham dengan ini. Bahkan tidak sedikit pula yang melihat itu
sebagai sesuatu yang tidak boleh. Penekananku, khusus tentang cadar
ini, ketahuilah bahwa seseorang mengenakan itu bukanlah tanpa
landasan tertentu yang diyakini kebenarannya. Ada ilmu dalam setiap
amal perbuatan yang dilakukan. Masalah sebenarnya ada pada yang
menilai. Sudahkah dia mengetahui ilmu atau landasan kenapa seseorang
mengenakan cadar. Kalau tidak tahu, pasti menganggap itu salah. Lalu,
kenapa seseorang yang tidak tahu tetap bertahan dalam ketidaktahuan
lalu menyalahkan orang lain. Sama seperti fakta bahwa banyak tokoh
dunia yang dianggap gila dengan segala eksperimennya sebelum akhirnya
kini mereka disanjung karena penemuannya. Kenapa dulu orang berpikir
dan menganggap gila? Tidak lain karena belum mengetahui ilmunya.
Demikian pula dengan cadar. Tidak
perlu memandangnya berlebihan. Tidak ada yang salah dengan itu secara
pribadi dan sosial. Apakah seseorang bercadar menyakiti orang lain,
membuat marah, membuat jatuh miskin atau apapun. Ku pikir tidak. Hal
yang patut dikhawatirkan sebenarnya justru gaya berpakaian terlalu
mini, full AC, kurang bahan, sobek sana sini sampai tampak ini
itu. Khususnya yang dikenakan kaum wanita. Masalahnya dimana? Untuk
memperoleh jawaban paling rinci tanyalah pada istri yang punya suami
atau orang tua yang punya putri.(MS)
2 comments:
aku melihat orang bercadar ataupun akhwat selalu kagum dan terkesima..betapa cantiknya mereka...
sempat risih ktika melihat mereka kala umurku belasan, namun ketika beberapa hal yg kudapati, beberapa pengalaman yang mengajari dan pemahaman yang kumiliki, aku sadar betapa lucunya aku kala mengeluarkan kata kata "apa gg sumpek ya" ditutup kain panjang..
sangat membuka fikiran. dan wajib dibaca oleh siapapun. tulisan yang bagus
Andai semua punya pemikiran seperti pengalaman yg mengajarkan diri,pasti semua sependapat dgn bintang kecil
Post a Comment